Sabtu, 17 Desember 2011

Laporan Observasi BK

BAB I
PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang
Bimbingan yaitu suatu layanan yang sangat dibutuhkan dalam pendidikan. Dalam hal ini, guru sebagai unsur pelaksana pendidikan yang mempunyai tanggung jawab sebagai pendukung pelaksanaan layanan bimbingan di sekolah, dituntut untuk memiliki wawasan yang memadai terhadap konsep-konsep dasar bimbingan dan konseling agar pelaksanaan bimbingan tersebut bisa berjalan dengan baik.
Namun cukup disayangkan, ternyata layanan bimbingan di beberapa sekolah masih belum bisa berjalan dengan seharusnya. Hal ini terjadi dikarenakan adanya kendala yang menghambat pelaksanaan bimbingan tersebut. Atas dasar latar belakang itulah, penulis akan membahas masalah tersebut di dalam makalah yang berjudul “Layanan Bimbingan di SDN Sukalerang I” ini.
B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang telah dirumuskan adalah:
1.    Apakah yang dimaksud dengan bimbingan?
2.    Apa saja pendekatan-pendekatan bimbingan?
3.    Apakah tujuan dari bimbingan?
4.    Apa saja karakteristik bimbingan?
5.    Apakah fungsi dari bimbingan?
6.    Apa saja azas-azas bimbingan?
7.    Apa saja masalah-masalah yang dihadapi siswa SDN Sukalerang I dalam  pembelajaran?
8.    Bagaimana cara penyampaian layanan bimbingan di SDN Sukalerang I?
C.      Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui pengertian bimbingan
2.      Mengetahui pendekatan-pendekatan dalam bimbingan
3.      Mengetahui tujuan bimbingan
4.      Mengetahui karakteristik bimbingan dan konseling
5.      Mengetahui fungsi bimbingan dan konseling
6.      Mengetahui azas-azas bimbingan
7.      Mengetahui masalah-masalah yang dihadapi siswa SDN Sukalerang I dalam pembelajaran
8.      Mengetahui cara penyampaian layanan bimbingan di SDN Sukalerang I



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.      Pengertian Bimbingan
Bimbingan merupakan sebuah istilah yang sudah tidak asing lagi di dunia pendidikan. Banyak sekali definisi tentang bimbingan ini. Good (Chudari dan Setiawati, 2007: 3) menjelaskan bahwa bimbingan adalah (1) suatu proses hubungan pribadi yang bersifat dinamis, yang dimaksudkan untuk untuk mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang; (2) suatu bentuk bantuan yang sistematis (selain mengajar) kepada murid, atau orang lain untuk menolong, menilai kemampuan dan kecenderungan mereka dan menggunakan informasi itu secara efektif dalam kehidupan sehari-hari; (3) perbuatan atau teknik yang dilakukan untuk menuntun anak terhadap suatu tujuan yang diinginkan dengan menciptakan suatu kondisi lingkungan yang membuat dirinya sadar tentang kebutuhan dasar, mengenal kebutuhan itu, dan mengambil langkah-langkah untuk memuaskan dirinya. Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, pasal 25 ayat 1, dikatakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan” (Mulyadi, 2003: 5).
Chudari dan Setiawati (2007: 3) menjelaskan bahwa:
Bimbingan dan konseling yang berkembang saat ini adalah bimbingan dan konseling perkembangan. Bimbingan dan konseling perkembangan bagi anak adalah upaya pemeberian bantuan kepada individu yang dilakukansecara berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya sehingga mereka sanggup bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan keluarga dan masyarakat serta kehidupan pada umumnya. Bimbingan membantu mereka mencapai tugas perkembangan secara optimal sebagai makhluk Tuhan, sosial dan pribadi.

Dalam pelaksanaan bimbingan perkembangan, guru dapat melibatkan tim kerja atau berbagai pihak yang terkait, terutama orang tua siswa, sehingga akan lebih efektif ketimbang bekerja sendiri. Bimbingan perkembangan  ini dirancang secara sistem terbuka, dengan demikian penyempurnaan dan modifikasi dapat dilakukan setiap saat sepanjang diperlukan.
Bimbingan merupakan bagian integral dari pendidikan, maka tujuan pelaksanaan bimbingan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tujuan pendidikan. Tujuan Pendidikan Nasional adalah menghasilkan manusia yang berkualitas yang dideskripsikan dengan jelas dalam UU No. 2 tenatng Sistem Pendidikan Nasional dan GBHN 2003, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani, berjiwa patriotik, cinta tanah air, mempunyai semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, menghargai jasa pahlawan, dan berorientasi masa depan.
Dari pengertian-pengertian yang telah disampaikan didapat kunci dari bimbingan itu sendiri adalah sebagai berikut:
1.      Bimbingan merupakan upaya membantu dengan memberikan informasi sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh klien sebagai objek bimbingan.
2.      Bimbingan dilakukan dengan cara menuntun dan mengarahkan seseorang untuk dapat mengambil keputusan yang tepat untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
3.      Bimbingan diberikan kepada satu orang atau lebih melalui tatap muka langsung.
Bertolak dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling perkembangan adalah upaya pemberian bantuan yang dirancang dengan memfokuskan pada kebutuhan,  kekuatan, minat dan isu-isu yang berkaitan dengan tahapan perkembangan anak dan merupakan bagian penting dan integral dari keseluruhan program pendidikan.
B.       Pendekatan-pendekatan Bimbingan
Myrick (Chudari dan Setiawati, 2007: 4) mengemukakan empat pendekatan yang dapat dirumuskan sebagai pendekatan dalam bimbingan, yaitu pendekatan (a) krisis, (b) remedial, (c) preventif, (d) perkembangan.
Dalam pendekatan krisis, pembimbing menunggu munculnya suatu krisis dan dia bertindak membantu  seseorang yang menghadapi krisis tersebut. Teknik yang digunakan dalam pendekatan ini yaitu teknik-teknik yang secara “pasti” dapat mengatasi krisis itu. Contoh: Seorang anak datang mengadu kepada gurunya sambil menangis karena didorong temannya sehingga tersungkur ke lantai. Pembimbing yang menggunakan pendekatan krisis akan meminta anak itu untuk membicarakan penyelesaian masalahnya dengan teman yang mendorong dia ke lantai. Bahkan mungkin pembimbing atau guru tersebut memanggil teman anak itu untuk datang ke kantornya untuk membicarakan penyelesaian masalah itu.
Dalam pendekatan remedial, pembimbing atau guru memfokuskan bantuannya kepada upaya menyembuhkan atau memperbaiki kelemahan-kelemahan yang tampak. Tujuan bantuan dari pendekatan ini ialah menghindarkan terjadinya krisis yang mungkin terjadi. Berbagai strategi bisa digunakan, seperti mengajarkan kepada siswa keterampilan tertentu seperti keterampilan belajar (membaca, merangkum, menyimak, dll), keterampilan sosial dan sejenisnya yang belum dimiliki siswa sebelumnya. Dalam contoh kasus di atas, dengan menggunakan pendekatan remedial, guru dapat mengambil tindakan mengajarkan keterampilan berdamai sehingga siswa tadi memiliki keterampilan untuk mengatasi masalah-masalah hubungan antarpribadi. Keterampilan berdamai adalah keterampilan yang selama ini belum dimiliki kedua siswa tersebut dan merupakan kelemahan yang bisa memunculkan krisis itu.
Pendekatan preventif mencoba mengantisipasi masalah-masalah generik dan mencegah terjadi masalah itu. Masalah-masalah yang dimaksud seperti putus sekolah, berkelahi, kenakalan, merokok dan sejenisnya yang secara potensial masalah itu dapat terjadi pada siswa secara umum. Model preventif ini didasarkan kepada pemikiran bahwa jika guru atau pembimbing dapat mendidik siswa untuk menyadari bahaya dari berbagai kegiatan dan menguasai metode untuk menghindari masalah itu, maka pembimbing akan dapat mencegah siswa dari perbuatan-perbuatan yang membahayakan tersebut. Berbagai teknik dapat digunakan dalam pendekatan ini, termasuk mengajar dan memberikan informasi. Dalam contoh kasus di atas, jika guru menggunakan pendekatan preventif, dia akan mengajari siswa untuk bersikap toleran dan memahami orang lain sehingga dapat mencegah munculnya perilaku agresif, tanpa menunggu munculnya krisis terlebih dahulu.
Pendekatan perkembangan merupakan pendekatan yang lebih mutakhir dan lebih proaktif dibandingkan dengan ketiga pendekatan sebelumnya. Pembimbing yang menggunakan pendekatan ini beranjak dari pemahaman tentang keterampilan dan pengalaman khusus yang dibutuhkan siswa untuk mencapai keberhasilan di sekolah dan di dalam kehidupan. Robert Myrick (Chudari dan Setiawati, 2007: 5) mengemukakan bahwa:
Pendekatan perkembangan ini dipandang sebagai pendekatan yang tepat digunakan dalam tatanan pendidikan sekolah karena pendekatan ini memberikan perhatian kepada tahap-tahap perkembangan siswa, kebutuhan dan minat, serta membantu siswa mempelajari keterampilan hidup.

Berbagai teknik dapat digunakan dalam pendekatan dalam pendekatan ini seperti mengajar, tukar informasi, bermain peran, melatih, tutorial dan konseling. Dalam contoh di atas, jika guru menggunakan pendekatan perkembangan, dia sebaiknya menangani anak tadi sejak tahun-tahun pertama masuk sekolah, mengajari dan menyediakan pengalaman belajar bagi anak itu yang dapat mengembangkan keterampilan hubungan antarpribadi yang diperlukan untuk melakukan interaksi yang efektif dengan orang lain. Oleh karena itu, di dalam pendekatan perkembangan, keterampilan dan pengalaman belajar yang menjadi kebutuhan  siswa akan dirumuskan ke dalam suatu kurikulum bimbingan atau dirumuskan sebagai Layanan Dasar Umum.
C.      Tujuan Bimbingan
UUSPN, dan PP No. 28 tahun 1990 (Chudari dan Setiawati, 2007: 10) menjelaskan bahwa:
Pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan memiliki tujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.

Pengembangan kehidupan murid sebagai pribadi sekurang-kurangnya mencakup upaya untuk:
1.    Memperkuat dasar keimanan dan ketaqwaan,
2.    Membiasakan untuk berperilaku yang baik,
3.    Memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar,
4.    Memelihara kesehatan jasmani dan rohani,
5.    Memberikan kemampuan untuk belajar, dan membentuk kepribadian yang mantap dan mandiri
Pengembangan sebagai anggota masyarakat mencakup:
1.    Memperkuat kesadaran hidup beragama dalam masyarakat
2.    Menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam hidup, dan
3.    Memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat
Pengembangan sebagai warga negara mencakup upaya untuk:
1.    Mengembangkan perhatian dan pengetahuan hak dan kewajiban warga negara RI,
2.    Menanamkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa dan negara,
3.    Memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk berperan serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengembangan sebagai umat manusia  mencakup upaya untuk:
1.    Meningkatkan harga diri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat,
2.    Meningkatkan kesadaran tentang HAM,
3.    Memberikan penertian tentang ketertiban dunia,
4.    Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya persahabatan antarbangsa,
5.    Mempersiapkan peserta didik untuk menguasai isi kurikulum.
Bertolak dari rumusan Tujuan Pendidikan Nasional, dan tujuan pendidikan dasar dirumuskan seperangkat tugas-tugas perkembangan yang seyogyanya dicapai oleh anak SD. Secara operasional tugas-tugas perkembangan anak SD adalah pencapaian perilaku yang seyogyanya ditampilkan anak SD yang meliputi:
1.    Sikap dan kebiasaan dalam berimtaq (iman dan taqwa),
2.    Pengembangan kata hati-moral dan nilai-nilai
3.    Pengembangan keterampilan dasar dalam membaca-menulis-berhitung (calistung),
4.    Pengembangan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari,
5.    Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok sebaya,
6.    Belajar menjadi pribadi yang mandiri,
7.    Mempelajari keterampilan fisik sederhana,
8.    Membina hidup sehat,
9.    Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin, serta
10.    Pengembangan sikap terhadap kelompok dan lembaga-lembaga sosial.
Dalam aspek perkembangan pribadi sosial layanan bimbingan membantu siswa agar dapat:
1.    Memiliki pemahaman diri.
2.    Mengembangkan sikap positif.
3.    Membuat pilihan kegiatan secara sehat.
4.    Mampu menghargai orang lain.
5.    Memiliki rasa tanggung jawab.
6.    Mengembangkan keterampilan hubungan antarpribadi.
7.    Menyelesaikan masalah.
8.    Membuat keputusan secara baik.
Dalam aspek perkembangan pendidikan, layanan bimbingan membantu murid agar dapat:
1.    Melaksanakan cara-cara belajar yang benar.
2.    Menetapkan tujuan dan rencana pendidikan,
3.    Mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai bakat dan kemampuannya,
4.    Memiliki keterampilan untuk menghadapi ujian.
Dalam aspek perkembangan karier, layanan bimbingan membantu murid agar dapat:
1.    Mengenali macam-macam dan ciri-ciri dari berbagai jenis pekerjaan.
2.    Menentukan cita-cita dan merencanakan masa depan.
3.    Mengeksplorasi arah pekerjaan.
4.    Menyesuaikan keterampilan, kemampuan dan minat dengan jenis pekerjaan.
D.      Karakteristik Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SD menurut Dinkmeyer dan Caldwell (Chudari dan Setiawati, 2007: 12) adalah:
1.    Bimbingan di sekolah dasar lebih menekankan  akan pentingnya peranan guru dalam fungsi bimbingan. Dengan sistem guru kelas, guru lebih memiliki banyak waktu untuk mengenal anak lebih mendalam, sehingga memiliki peluang untuk menjalin hunbungan yang lebih efektif.
2.    Fokus bimbingan di SD lebih menekankan pada pengembangan pemahaman diri, pemecahan masalah, dan kemampuan berhubungan secara efektif dengan orang lain.
3.    Bimbingan di SD lebih banyak melibatkan orang tua, mengingat pentingnya pengaruh orang tua dalam kehidupan anak selama di SD.
4.    Bimbingan di SD hendaknya memahami kehidupan anak secara unik.
5.    Program bimbingan di SD hendaknya peduli terhadap kebutuhan dasar anak, seperti kebutuhan untuk matang dalam penerimaan dan pemahaman diri, serta memahami keunggulan dan kelemahan dirinya.
6.    Program bimbingan di SD hendaknya meyakini bahwa masa usia sekolah dasar merupakan tahapan yang amat penting dalam perkembangan anak.

Muro dan Kottman mengkaji perbedaan bimbingan dan konseling di SD dari sudut karakteristik siswa, termasuk beberapa keterbatasannya, teknik pemberian layanan, dan jenis pemberian layanan.
Muro dan Kottman (Chudari dan Setiawati, 2007: 12) terdapat enam perbedaan penting yang harus dipertimbangkan konselor dalam mengembangkan program bimbingan di SD, yaitu:
1.    Konselor memandang bahwa siswa belum memiliki keajegan. Oleh karena itu, konselor belum dapat menciptakan lingkungan belajar secara permanen.
2.    Beberapa jenis layanan bimbingan tidak langsung kepada siswa, melainkan diluncurkan  melalui guru, orang tua, dan orang dewasa lainnya.
3.    Kesempatan anak untuk melakukan pilihan masih terbatas.
4.    Siswa SD memiliki keterbatasan dalam menerima tanggung jawab dirinya (self-responsibility).
5.    Pengembangan program bimbingan hendaknya berawal dari konsep dasar bimbingan, terutama kepedulian utnuk memberikan bantuan kepada siswa sebagai pembelajar.
6.    Layanan bimbingan di SD kurang menekankan pada penyimpanan data, testing, perencanaan pendidikan, pendekatan yang berorientasi pada pemecahan masalah, dan konseling atau terapi individual.

Mencermati karakteristik bimbingan dan konseling di SD, tergambar bahwa intervensi layanan bimbingan lebih banyak dilakukan melalui orang-orang yang berarti dalam kehidupan anak seperti orang tua dan guru. Kerjasama guru dengan orang tua akan berpengaruh terhadap keberhasilan anak. Oleh karena itu, guru SD memiliki peranan strategis dalam peluncuran layanan bimbingan.
E.       Fungsi Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling dan konseling mengemban  sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling.
Dalam Mulyadi (2003: 8), fungsi-fungsi yang dimaksud yaitu mencakup:
1.    Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbinngan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik, baik pemahaman tentang diri peserta didik, lingkunganm maupun lingkungan “yang lebih luas”. Bagi guru, fungsi pemahaman seyogyanya menjadi landasan dalam melakukan berbagai jenis layanan. Tanpa dilandasi oleh pemahaman yang benar, misalnya pemahaman tentang peserta didik, akan membuat layanan yang diberikan menjadi sangat tidak efisien dan tidak efektif dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, keterampilan guru dalam memanfaatkan berbagai data yang dihasilkan melalui kegiatan aplikasi instrumentalperlu terus ditingkatkan.
2.    Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahn yang mungkin timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat, ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya. Sekalipun fungsi pencegahan ini memiliki nilai yang strategis, akan tetapi program bimbingan yang secara khusus mengarah pada fungsi ini masih sangat jarang dilakukan secara khusus.
3.    Fungsi pengentasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terentasnya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik. Fungsi pengentasan hendaknya tetap dilakukan dengan memberdayakan seluruh kemampuan siswa dan/atau pihak-pihak yang dekat dengan siswa, sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan siswa dan/atau pihak-pihak yang dekat dengan siswa, dan bukan keputusan guru yang dipaksakan pada siswa.
4.    Fungsi pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka pengembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan dalam pelaksanaannya tidak akan terlepas dari fungsi pemahaman. Artinya fungsi ini akan secara efektif dilaksanakan jika guru memahami betul peserta didik yang dimbimbingnya, sehingga berbagai jenis layanan yang diberikan untuk terpelihara dan terkembangkan potensi para siswa sesuai dengan kebutuhan dan keadaan siswa itu sendiri.


F.       Azas-Azas Bimbingan
Syamsu Yusuf (Chudari dan Setiawati, 2007: 21), mengemukakan bahwa keberhasilan layanan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya azas-azas berikut:
1.    Rahasia, yaitu untuk menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang murid-murid yang menjadi sasaran layanan, dalam data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini, guru berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaannya benar-benar terjamin.
2.    Sukarela, yaitu menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan murid mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini, guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3.    Terbuka, yang menghendaki agar murid yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini, guru mengembangkan keterbukaan murid. Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada murid yang menjadi sasaran layanan kegiatan. Agar murid dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4.    Kegiatan, yaitu menghendaki agar murid yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini, guru perlu mendorong murid untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukkan baginya.
5.    Mandiri, yaitu menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni : murid sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiridengan cara-cara mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan mengarahkan serta memujudkan diri sendiri. Guru hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian murid.
6.    Kini, yaitu menghendakiagar murid sebagai objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan murid dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/ atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7.    Dinamis, yaitu asas bimbingan dan konseling menghendaki agar isi layanan bimbingan terhadap sasaran layanan (klien) yang sama kehendaknya selalu nergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.    Terpadu, yaitu menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerjasama antara guru dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9.    Harmonis yaitu menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan BK didasarkan pada nilai dan norma yang ada, tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Layanan atau kegiatan BK yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, layanan dan kegiatan BK justru harus dapat meningkatkan kemampuan murid memahami, menghayati dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10.                         Ahli yaitu menghendaki agar layanan dan kegiatan BK diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana BK hendaklah tenaga-tenaga yang benar-benar ahli dan bidang BK. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan BK maupun dalam penegakkan kode etik BK.
11.                         Alih tangan kasus, yaitu menghendaki agar fihak-fihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan BK secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan murid mengalihtangankan permasalahan itu kepada fihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasusu kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
12.                         Tut Wuri Handayani, yaitu asas BK yang menghendaki agar pelayanan BK secara keseluruhan dapat menciptakan  suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada murid untuk maju. Demikian juga segenap layanan dan kegiatan BK yang diselenggarakan hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti ini.

Selain asas-asas terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu diselenggrakan secara terpadu dan tepat waktu, yang satu tidak perlu didahulukan atau dikemudiankan dari yang lain. Begitu pentingnya asas-asas tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan nafas dari seluruh proses kegiatan pelayanan BK. Apabila asas-asas itu tidak dijalankan dengan baik penyelengaraan pelayanan BK akan tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama sekali.


BAB III
HASIL PENELITIAN

Nama Sekolah                         : SDN Sukalerang I
Alamat Sekolah                      : Jalan Desa Cikole, Kecamatan Cimalaka,
                                                  Kabupaten Sumedang
Kepala Sekolah                       :  Dedi Suraedi, S. Pd.
NIP                                         :  196107241983051002
Jumlah Siswa                          :  198 siswa
Waktu pelaksanaan observasi :  Jum’at, 21 Oktober 2011 dan
                                                   Jum’at, 2 Desember 2011
Materi observasi                     : “Masalah yang Dihadapi Siswa dalam
                                                   Pembelajaran” dan “Penggunaan Program BK di
                                                   SD”

            Pada tanggal 21 Oktober 2011, penulis melakukan observasi mengenai “Masalah yang Dihadapi Siswa dalam Pembelajaran” dengan tujuan untuk mengetahui masalah apa saja yang terjadi pada siswa menyangkut pembelajaran. Penulis menggunakan angket yang berisi beberapa masalah yang mungkin dihadapi siswa sebagai alat observasi. Observasi ini dilakukan pada siswa kelas 5 dengan jumlah siswa 32 orang. Dari observasi tersebut, didapat beberapa masalah yang dihadapi siswa. Masalah-masalah tersebut yaitu guru yang suka marah-marah, siswa yang malu bertanya kepada guru ketika mereka tidak mengerti, orang tua yang tidak pernah membantu anaknya belajar dan teman yang nakal yang sering menggangu siswa ketika pembelajaran. Masalah-masalah tersebut mungkin bisa terjadi di setiap sekolah, namun bagaimanapun masalah tersebut harus bisa teratasi agar pembelajaran bisa berjalan dengan baik.
            Dalam pembelajaran, keadaan guru harus benar-benar baik, baik dalam hal emosi atau apapun. Dengan kata lain, guru harus bisa menjalani profesinya dengan seprofesional mungkin. Usahakan jika ada masalah dari luar yang akan mengganggu pembelajaran, hilangkanlah sejenak masalah itu agar pembelajaran berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan tidak merugikan anak. Guru yang emosinya sulit dikendalikan atau bisa disebut mudah marah, akan mengganggu kondisi siswa dalam pembelajaran. Siswa mungkin akan merasa takut atau canggung ketika mereka ingin bertanya. Hal tersebut harus menjadi perhatian bagi guru karena akan berpengaruh terhadap potensi dan hasil belajar siswa.
            Siswa yang malu bertanya kepada guru merupakan salah satu kesulitan belajar siswa yang berasal dari luar diri siswa itu sendiri (faktor eksternal). Dalam Surya (1996: 88), faktor yang terletak di luar diri anak (ekstern), baik yang terdapat di sekolah, di rumah maupun di masyarakat, yaitu:
1.        Faktor lingkungan sekolah yang kurang memadai bagi situasi belajar anak seperti: cara mengajar, sikap guru, kurikulum atau materi yang dipelajari, perlengkapan belajar yang kurang, cara evaluasi yang kurang tepat, ruang belajar yang kurang tepat, situasi sosial di sekolah, dsb.
2.        Situasi dalam keluarga yang kurang mendukung situasi belajar seperti: kekacauan rumah tangga ( broken home), kurang perhatian orang tua, kurangnya perlengkapan belajar, kurangnya kemampuan orang tua, dsb.
3.        Situasi lingkungan sekolah yang mengganggu keadaan anak seperti pengaruh negatif dari pergaulan, situasi masyarakat yang kurang memadai, gangguan kebudayaan seperti film, bacaan-bacaan, dsb.

Guru tentu harus memperhatikan masalah yang dihadapi siswa ini, karena bertanya merupakan suatu keterampilan yang patut dikembangkan pada anak. Ciptakanlah suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan. Jadilah guru yang akrab dengan muridnya sehingga anak pun akan senang bila belajar bersama guru tersebut.
Selanjutnya yaitu masalah orang tua yang tidak pernah membantu anaknya belajar. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya perhatian orang tua atau juga kurangnya kemampuan orang tua. Masalah tersebut bisa sedikit teratasi dengan kerjasama antara orang tua dan pihak sekolah. Dalam hal ini, pihak sekolah bisa mengadakan rapat orang tua yang diselenggarakan di sekolah. Dalam rapat tersebut, Kepala Sekolah dan juga guru bisa berdiskusi atas masalah tersebut. Diharapkan dengan cara itu, orang tua dan pihak sekolah bisa bekerjasama agar pembelajaran yang diharapkan bisa berjalan dengan baik dan sesuai harapan.
Dan yang terakhir yaitu masalah siswa nakal yang mengganggu siswa lainnya dalam pembelajaran. Masalah ini termasuk ke dalam masalah yang terjadi di luar diri anak (eksternal). Di sini, guru sebisa mungkin mengatur metode yang digunakan dalam pembelajaran agar situasi kelas bisa lebih teratur. Atau guru juga bisa membentuk kelompok belajar dan siswa nakal diberi tanggung jawab untuk menjadi ketua kelompoknya. Dengan cara tersebut, diharapkan kenakalan siswa yang bersangkutan sedikit demi sedikit akan berkurang.
Kemudian yang selanjutnya, pada tanggal 2 Desember 2011 penulis melakukan observasi di SD yang sama mengenai “Penggunaan Program BK di SD”. Dan ternyata cukup disayangkan, bentuk fisik dari program BK yang diinginkan tidak tersedia di SD tersebut. Bimbingan ternyata dilaksanakan secara spontan saja, yakni ketika siswa menghadapi sebuah masalah, guru langsung menyelesaikan masalah tersebut tanpa adanya landasan khusus yaitu program BK.


BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari pengertian-pengertian yang telah disampaikan, didapat kunci dari bimbingan itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Bimbingan merupakan upaya membantu dengan memberikan informasi sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh klien sebagai objek bimbingan.
2.  Bimbingan dilakukan dengan cara menuntun dan mengarahkan seseorang untuk dapat mengambil keputusan yang tepat untuk dapat mengambil keputusan yang tepat untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
3.  Bimbingan diberikan kepada satu orang atau lebih melalui tatap muka langsung.
Myrick (Chudari dan Setiawati, 2007: 4) mengemukakan empat pendekatan yang dapat dirumuskan sebagai pendekatan dalam bimbingan, yaitu pendekatan (a) krisis, (b) remedial, (c) preventif, (d) perkembangan.
UUSPN, dan PP No. 28 tahun 1990 (Chudari dan Setiawati, 2007: 10) menjelaskan bahwa:
Pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan memiliki tujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.

Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SD menurut Dinkmeyer dan Caldwell (Chudari dan Setiawati, 2007: 12) adalah:
1.      Bimbingan di sekolah dasar lebih menekankan  akan pentingnya peranan guru dalam fungsi bimbingan. Dengan sistem guru kelas, guru lebih memiliki banyak waktu untuk mengenal anak lebih mendalam, sehingga memiliki peluang untuk menjalin hunbungan yang lebih efektif.
2.      Fokus bimbingan di SD lebih menekankan pada pengembangan pemahaman diri, pemecahan masalah, dan kemampuan berhubungan secara efektif dengan orang lain.
3.      Bimbingan di SD lebih banyak melibatkan orang tua, mengingat pentingnya pengaruh orang tua dalam kehidupan anak selama di SD.
4.      Bimbingan di SD hendaknya memahami kehidupan anak secara unik.
5.      Program bimbingan di SD hendaknya peduli terhadap kebutuhan dasar anak, seperti kebutuhan untuk matang dalam penerimaan dan pemahaman diri, serta memahami keunggulan dan kelemahan dirinya.
6.      Program bimbingan di SD hendaknya meyakini bahwa masa usia sekolah dasar merupakan tahapan yang amat penting dalam perkembangan anak.

Muro dan Kottman mengkaji perbedaan bimbingan dan konseling di SD dari sudut karakteristik siswa, termasuk beberapa keterbatasannya, teknik pemberian layanan, dan jenis pemberian layanan.
Muro dan Kottman (Chudari dan Setiawati, 2007: 12) terdapat enam perbedaan penting yang harus dipertimbangkan konselor dalam mengembangkan program bimbingan di SD, yaitu:
1.        Konselor memandang bahwa siswa belum memiliki keajegan. Oleh karena itu, konselor belum dapat menciptakan lingkungan belajar secara permanen.
2.        Beberapa jenis layanan bimbingan tidak langsung kepada siswa, melainkan diluncurkan  melalui guru, orang tua, dan orang dewasa lainnya.
3.        Kesempatan anak untuk melakukan pilihan masih terbatas.
4.        Siswa SD memiliki keterbatasan dalam menerima tanggung jawab dirinya (self-responsibility).
5.        Pengembangan program bimbingan hendaknya berawal dari konsep dasar bimbingan, terutama kepedulian utnuk memberikan bantuan kepada siswa sebagai pembelajar.
6.        Layanan bimbingan di SD kurang menekankan pada penyimpanan data, testing, perencanaan pendidikan, pendekatan yang berorientasi pada pemecahan masalah, dan konseling atau terapi individual.

Dalam Mulyadi (2003: 8), ada empat fungsi bimbingan, yaitu, 1.  Fungsi pemahaman, 2.  Fungsi pencegahan, 3.  Fungsi pengentasan, 4.  Fungsi pemeliharaan.
Syamsu Yusuf (Chudari dan Setiawati, 2007: 21), mengemukakan bahwa keberhasilan layanan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya azas-azas berikut:
1. Rahasia, yaitu untuk menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang murid-murid yang menjadi sasaran layanan, dalam data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini, guru berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaannya benar-benar terjamin.
2. Sukarela, yaitu menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan murid mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini, guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Terbuka, yang menghendaki agar murid yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini, guru mengembangkan keterbukaan murid. Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada murid yang menjadi sasaran layanan kegiatan. Agar murid dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Kegiatan, yaitu menghendaki agar murid yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini, guru perlu mendorong murid untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukkan baginya.
5. Mandiri, yaitu menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni : murid sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiridengan cara-cara mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan mengarahkan serta memujudkan diri sendiri. Guru hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian murid.
6. Kini, yaitu menghendakiagar murid sebagai objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan murid dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/ atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7. Dinamis, yaitu asas bimbingan dan konseling menghendaki agar isi layanan bimbingan terhadap sasaran layanan (klien) yang sama kehendaknya selalu nergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Terpadu, yaitu menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerjasama antara guru dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Harmonis yaitu menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan BK didasarkan pada nilai dan norma yang ada, tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Layanan atau kegiatan BK yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, layanan dan kegiatan BK justru harus dapat meningkatkan kemampuan murid memahami, menghayati dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Ahli yaitu menghendaki agar layanan dan kegiatan BK diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana BK hendaklah tenaga-tenaga yang benar-benar ahli dan bidang BK. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan BK maupun dalam penegakkan kode etik BK.
11. Alih tangan kasus, yaitu menghendaki agar fihak-fihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan BK secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan murid mengalihtangankan permasalahan itu kepada fihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasusu kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
12. Tut Wuri Handayani, yaitu asas BK yang menghendaki agar pelayanan BK secara keseluruhan dapat menciptakan  suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada murid untuk maju. Demikian juga segenap layanan dan kegiatan BK yang diselenggarakan hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti ini.

     Dari observasi yang telah dilakukan, didapat beberapa masalah yang dihadapi siswa. Masalah-masalah tersebut yaitu guru yang suka marah-marah, siswa yang malu bertanya kepada guru ketika mereka tidak mengerti, orang tua yang tidak pernah membantu anaknya belajar dan teman yang nakal yang sering menggangu siswa ketika pembelajaran.
     Dan dari observasi yang dilakukan pada tanggal 2 Desember 2011, hasil yang didapat kurang memuaskan. Ternyata bentuk fisik dari program BK yang diinginkan tidak tersedia di SDN Sukalerang I. Dan pelaksanaan bimbingannya pun ternyata dilaksanakan secara spontan saja, yakni ketika siswa menghadapi sebuah masalah, guru langsung menyelesaikan masalah tersebut tanpa adanya landasan khusus yaitu program BK.




DAFTAR PUSTAKA

Chudari, I.N. dan Setiawati. (2007). Bimbingan dan Konseling. Bandung: UPI PRESS

Mulyadi, A. (2003). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdiknas

           Surya, M. (1996). Psikologi Pendidikan. Bandung: CV. Pembangunan Jaya

2 komentar:

  1. hi masbroo.... coba buka mampir di blog saya dan kekasih saya,, http//dheanurulagustina.blogspot.com

    BalasHapus
  2. heuheu.....mampir juga ke blog saya ya...
    ndalaila.blogspot.com ok ok ok.....
    ^_^

    BalasHapus